"KELERENG / KALIKIR"
MASIH ingatkah anda dengan kelereng? Permainan
tradisional ini kian tenggelam di tengah maraknya produk mainan modern
berteknologi tinggi seperti Playstation, Nintendo, dan sejenisnya.
Untuk sekadar menyegarkan ingatan, berikut ada cerita tentang kelereng dan bagaimana si bulat kecil ini pernah jadi idola anak-anak di masanya. Jika Raditya (6), ditanya tentang kelereng mungkin ia tidak bisa menjawab karena yang tiap hari dia mainkan adalah Playstation.
Tapi, jika kelereng ditanyakan pada Donny Saputra (32), sang ayah, maka dengan cepat dia akan bercerita panjang lebar. Ya, ketika dulu belum ada mainan-mainan canggih seperti yang Raditya mainkan saat ini, kelereng adalah mainan wajib yang hampir setiap hari Donny mainkan bersama teman-temannya.
“ Jaman dulu kan beda sama jaman sekarang, dulu saya sama teman-teman hobi banget main kelereng. Nanti kalau menang, saya boleh bawa pulang kelereng teman yang warnanya bagus-bagus. Kadang suka saya koleksi juga, makin banyak jumlahnya, makin bangga “ ungkap DJ Husni Fadli.
Saat ini, kelereng tampaknya sudah sulit dijumpai sebagai permainan anak-anak. Toko atau warung yang pernah menjualnya pun rata-rata mengaku sudah jarang kedatangan permintaan kelereng dari pembeli anak-anak. Bahkan, tidak pernah lagi.
“Kalau dulu sih banyak yang beli kelereng. Seribu (Rupiah) juga bisa dapat banyak. Kalau sekarang kayaknya sudah tak ada lagi yang main, jadi saya pun sudah tak pernah menjualnya lagi “ ujar Sarmili, salah seorang pemilik warung di bilangan Kalimalang, Jakarta Timur.
Di Indonesia, kelereng dikenal hampir di seluruh wilayah sampai pelosok negeri ini dengan nama yang berbeda-beda.
Orang Betawi menyebutnya dengan nama gundu sedangkan orang Jawa menyebutnya neker. Di tataran Sunda terkenal dengan kaleci. Adapun di Palembang disebut ekar, di Banjar namanya kleker, dan masih banyak lagi. Dari sekian banyak sebutan untuk kelereng, ternyata ada sejarah dibaliknya.
Kelereng adalah bola kecil yang terbuat dari tanah liat, marmer, atau kaca untuk permainan anak-anak. Ukurannya bermacam-macam, umumnya ½ inci (1.25cm) dari ujung ke ujung. Pertama kali ditemukan pada peradaban Mesir Kuno sekitar tahun 3000 SM terbuat dari tanah liat atau batu.
Kelereng tertua yang berasal dari tahun 2000-1700 SM saat ini dikoleksi oleh The British Museum di London. Kelereng tersebut ditemukan di Kreta pada situs Minoan of Petsofa. Pada masa Romawi, permainan Kelereng juga sudah dimainkan secara luas.
Bahkan, menjadi salah satu bagian dari festival Saturnalia, yang diadakan saat menjelang perayaaan Natal. Saat itu semua orang saling memberikan sekantung biji-bijian yang berfungsi sebagai kelereng tanda persahabatan. Salah seorang penggemar kelereng adalah Octavian, kelak menjadi Kaisar Agustus.
Layaknya permainan, di Romawi saat itu juga mempunyai aturan-aturan resmi. Peraturan tersebut menjadi dasar permainan sekarang. Di Perancis, kelereng disebut dengan bille, artinya bola kecil yang ditemukan pada abad ke – 12. Berbeda dengan di Belanda, warga sana menyebutnya dengan knikkers.
Konon, penyebutan ‘neker’ dari orang Jawa terpengaruh dari bahasa yang dipakai orang Belanda saat menjajah Indonesia dulu. Sementara tahun 1694, kelereng juga dimainkan di Inggris dengan sebutan marbles. Marbles terbuat dari marmer yang didatangkan dari Jerman.
Namun, jauh sebelumnya, anak-anak di Inggris telah akrab menyebutnya dengan bowls atau knikkers. Baru setelah era itu, kelereng menyebar dan populer di Amerika dan negara Eropa lain. Lantaran kemajuan teknologi, pembuatan kelereng tidak lagi menggunakan tanah liat melainkan kaca.
Teknologi pembuatan kelereng kaca ini ditemukan pada 1864 di Jerman. Kelerang yang semula hanya satu warna berubah menjadi berwarna-warni mirip permen. Teknologi ini segera menyebar ke seluruh Eropa dan Amerika. Namun, akibat Perang Dunia II, pengiriman mesin pembuat kelereng itu sempat terhenti dan akhirnya masing-masing negara mengembangkannya sendiri.
Cara bermain permainan ini cukup mudah dan dapat merangsang kecerdasan anak untuk dapat mengenai kelereng lawannya. Ada dua tipe permainan kelereng yakni permainan bulat (dulu disebut boom) dan permainan lubang. Biasanya permainan bulat dimainkan Kelereng adalah bola kecil yang terbuat dari tanah liat, marmer, atau kaca untuk permainan anak-anak.
Biasanya minimal dua sampai tak terbatas, kebanyakan 4 atau 6 orang. Permainan jenis ini memakai sistem bermain bayar. Misalnya jika bermain berdua masing masing menaruh 2 biji kelereng jika ukuran diameter lingkarannya kecil, makin besar diameter ukuran lingkaran maka biji kelereng yang dipasang akan semakin banyak.
Tipe permainan lubang merupakan tipe permainan tanpa bayar, biasanya hanya memperlihatkan keahlian masing-masing. Peserta membuat lubang diameter antara 3-5 cm. Lalu, di jarak 2-3 meter mereka membuat garis untuk melihat siapa yang dekat garis akan mendapat giliran pertama.
Kemudian, dari lubang peserta melempar ke arah garis. Jika sudah mendapatkan urutannya maka mereka dapat melanjutkan dengan melempar ke arah lubang. Jika masuk langsung ke lubang di hitung (0), setelah itu mereka dapat mengincar kelereng lainnya dan jika kena dihitung satu (1), setelah itu wajib masuk kelubang lagi dan dihitung (2) dan setelah itu berlanjut terus sampai 10.
Jika yang sudah ahli dari jauh dapat langsung masuk lubang atau mengenai lawannya. Sepintas, kelereng memang hanya sebuah benda bulat kecil yang dimainkan secara sederhana, tapi untuk memainkannya pun dibutuhkan strategi jitu agar bisa mengenai kelereng lawan tepat sasaran.
Tak salah jika dulu mainan ini begitu digemari. Selain mudah, bermain kelereng juga bisa menyenangkan. Sayang, ia kini hampir terlupakan.
Untuk sekadar menyegarkan ingatan, berikut ada cerita tentang kelereng dan bagaimana si bulat kecil ini pernah jadi idola anak-anak di masanya. Jika Raditya (6), ditanya tentang kelereng mungkin ia tidak bisa menjawab karena yang tiap hari dia mainkan adalah Playstation.
Tapi, jika kelereng ditanyakan pada Donny Saputra (32), sang ayah, maka dengan cepat dia akan bercerita panjang lebar. Ya, ketika dulu belum ada mainan-mainan canggih seperti yang Raditya mainkan saat ini, kelereng adalah mainan wajib yang hampir setiap hari Donny mainkan bersama teman-temannya.
“ Jaman dulu kan beda sama jaman sekarang, dulu saya sama teman-teman hobi banget main kelereng. Nanti kalau menang, saya boleh bawa pulang kelereng teman yang warnanya bagus-bagus. Kadang suka saya koleksi juga, makin banyak jumlahnya, makin bangga “ ungkap DJ Husni Fadli.
Saat ini, kelereng tampaknya sudah sulit dijumpai sebagai permainan anak-anak. Toko atau warung yang pernah menjualnya pun rata-rata mengaku sudah jarang kedatangan permintaan kelereng dari pembeli anak-anak. Bahkan, tidak pernah lagi.
“Kalau dulu sih banyak yang beli kelereng. Seribu (Rupiah) juga bisa dapat banyak. Kalau sekarang kayaknya sudah tak ada lagi yang main, jadi saya pun sudah tak pernah menjualnya lagi “ ujar Sarmili, salah seorang pemilik warung di bilangan Kalimalang, Jakarta Timur.
Di Indonesia, kelereng dikenal hampir di seluruh wilayah sampai pelosok negeri ini dengan nama yang berbeda-beda.
Orang Betawi menyebutnya dengan nama gundu sedangkan orang Jawa menyebutnya neker. Di tataran Sunda terkenal dengan kaleci. Adapun di Palembang disebut ekar, di Banjar namanya kleker, dan masih banyak lagi. Dari sekian banyak sebutan untuk kelereng, ternyata ada sejarah dibaliknya.
Kelereng adalah bola kecil yang terbuat dari tanah liat, marmer, atau kaca untuk permainan anak-anak. Ukurannya bermacam-macam, umumnya ½ inci (1.25cm) dari ujung ke ujung. Pertama kali ditemukan pada peradaban Mesir Kuno sekitar tahun 3000 SM terbuat dari tanah liat atau batu.
Kelereng tertua yang berasal dari tahun 2000-1700 SM saat ini dikoleksi oleh The British Museum di London. Kelereng tersebut ditemukan di Kreta pada situs Minoan of Petsofa. Pada masa Romawi, permainan Kelereng juga sudah dimainkan secara luas.
Bahkan, menjadi salah satu bagian dari festival Saturnalia, yang diadakan saat menjelang perayaaan Natal. Saat itu semua orang saling memberikan sekantung biji-bijian yang berfungsi sebagai kelereng tanda persahabatan. Salah seorang penggemar kelereng adalah Octavian, kelak menjadi Kaisar Agustus.
Layaknya permainan, di Romawi saat itu juga mempunyai aturan-aturan resmi. Peraturan tersebut menjadi dasar permainan sekarang. Di Perancis, kelereng disebut dengan bille, artinya bola kecil yang ditemukan pada abad ke – 12. Berbeda dengan di Belanda, warga sana menyebutnya dengan knikkers.
Konon, penyebutan ‘neker’ dari orang Jawa terpengaruh dari bahasa yang dipakai orang Belanda saat menjajah Indonesia dulu. Sementara tahun 1694, kelereng juga dimainkan di Inggris dengan sebutan marbles. Marbles terbuat dari marmer yang didatangkan dari Jerman.
Namun, jauh sebelumnya, anak-anak di Inggris telah akrab menyebutnya dengan bowls atau knikkers. Baru setelah era itu, kelereng menyebar dan populer di Amerika dan negara Eropa lain. Lantaran kemajuan teknologi, pembuatan kelereng tidak lagi menggunakan tanah liat melainkan kaca.
Teknologi pembuatan kelereng kaca ini ditemukan pada 1864 di Jerman. Kelerang yang semula hanya satu warna berubah menjadi berwarna-warni mirip permen. Teknologi ini segera menyebar ke seluruh Eropa dan Amerika. Namun, akibat Perang Dunia II, pengiriman mesin pembuat kelereng itu sempat terhenti dan akhirnya masing-masing negara mengembangkannya sendiri.
Cara bermain permainan ini cukup mudah dan dapat merangsang kecerdasan anak untuk dapat mengenai kelereng lawannya. Ada dua tipe permainan kelereng yakni permainan bulat (dulu disebut boom) dan permainan lubang. Biasanya permainan bulat dimainkan Kelereng adalah bola kecil yang terbuat dari tanah liat, marmer, atau kaca untuk permainan anak-anak.
Biasanya minimal dua sampai tak terbatas, kebanyakan 4 atau 6 orang. Permainan jenis ini memakai sistem bermain bayar. Misalnya jika bermain berdua masing masing menaruh 2 biji kelereng jika ukuran diameter lingkarannya kecil, makin besar diameter ukuran lingkaran maka biji kelereng yang dipasang akan semakin banyak.
Tipe permainan lubang merupakan tipe permainan tanpa bayar, biasanya hanya memperlihatkan keahlian masing-masing. Peserta membuat lubang diameter antara 3-5 cm. Lalu, di jarak 2-3 meter mereka membuat garis untuk melihat siapa yang dekat garis akan mendapat giliran pertama.
Kemudian, dari lubang peserta melempar ke arah garis. Jika sudah mendapatkan urutannya maka mereka dapat melanjutkan dengan melempar ke arah lubang. Jika masuk langsung ke lubang di hitung (0), setelah itu mereka dapat mengincar kelereng lainnya dan jika kena dihitung satu (1), setelah itu wajib masuk kelubang lagi dan dihitung (2) dan setelah itu berlanjut terus sampai 10.
Jika yang sudah ahli dari jauh dapat langsung masuk lubang atau mengenai lawannya. Sepintas, kelereng memang hanya sebuah benda bulat kecil yang dimainkan secara sederhana, tapi untuk memainkannya pun dibutuhkan strategi jitu agar bisa mengenai kelereng lawan tepat sasaran.
Tak salah jika dulu mainan ini begitu digemari. Selain mudah, bermain kelereng juga bisa menyenangkan. Sayang, ia kini hampir terlupakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar